Kemaren sore saya sedikit mendapat pelajaran nan amat menggugah dari seorang sopir taxi yang saya tumpangi saat perjalanan sore membelah kota jakarta.
Saya : iseng-iseng memecah omongan dalam kemacetan “.. tarif taxi blum turun ya pak, padahal BBM kan sudah turun?”
Sopir taxi : “belum pak, kita mah menurut apa perintah dari pengatur tarif aja pak…. disuruh turun ya turun, disuruh naek ya naek…”
Sopir taxi : ” yang aneh itu ya pak, dulu BBM naek… banyak sekali demo-demo bahkan sampai bakar-bakar… tapi sekarang saat BBM turun kok ndak ada satu pun dari mereka yang berdemo sambil bawa tulisan terimakasih atas penurunan BBMnya pak presiden…”
Sopir taxi : “budaya terimakasih bangsa kita ini memang sungguh aneh….”
Saya : *gubraks! speechless langsung….*
Memang ada yang aneh rasanya pada realita kesadaran atas budaya berterimakasih kita, terkadang kita terlalu amat sangat pandai dengan gagahnya untuk menghujat bahkan rela menafikan kearifan nilai dan etika dalam berhidup saat merasa bahwa apa yang kita miliki dan apa yang kita raih terancam hilang, namun tidak untuk sebaliknya. Adakah yang bisa kita perbaiki bersama sahabat?
Comments
30 responses to “Budaya Terimakasih ( Sebuah Obrolan )”
sebuah pertanyaan lagi : berapa kali anda mengucapkan “terima kasih, alhamdulillah” hari ini ?
bagaimana dengan yg punya blog sendiri?
menurut Anda masih ada yg perlu “diperbaiki” tidak?
@adipati kademangan n @Rni : terimakasih sudah meluangkan energi dan waktunya untuk mengingatkan saya 😉
TERIMA KASIH itu sangat berkait dengan ketulusan hati bukan sekedar kata-kata yang terlontar dari lidah yang terkadang terbiasa untuk menjadi naif. Mungkin karena itu banyak orang memilih untuk tidak mengucapkannya supaya tidak mengurangi “ketulusan” itu…
hahahaha.. supir taxi pun masih lebih cerdas daripada pendemo-demo itu.
atau seperti orang-orang yang teriak-teriak boikot KFC untuk palestina, tapi masih bangga menggunakan windows xp-nya untuk bikin tulisan.
Pencerahan berharga bisa datang dari mana saja.
Apa para pendemo yang bakar mobil itu sekarang gak malu ya. Ato mungkin juga mereka bangga layaknya hero: “BBM turun itu gara2 saya demo habis2an!” HAHA
kalo saya malah banyak menemui ucapan terima kasih itu sudah tidak ada artinya… contohnya gini: tadi pagi saya ke bank, masuk dan keluar pintu dibukakan oleh seorang satpam. transaksi di kasir, selesai transaksi si kasir mengucapkan terima kasih, tapi tanpa senyum. keluar dari bank, pintu dibukakan oleh satpam, lagi-lagi tanpa senyum.
bingung? saya tidak… ucapan terima kasih itu tampak seperti keharusan bagi mereka. keharusan untuk mengucapkan kepada saya, nasabah tempat mereka bekerja, karena bertransaksi di situ. jadi, saking seringnya mereka mengucapkan terima kasih, esensi dari kata terima kasih tersebut menjadi hilang.
sama hal nya, kayak orang tua minta tolong kepada anaknya untuk mengerjakan sesuatu atau kakak minta tolong kepada adiknya mengambilkan sesuatu.. perintah tersebut menjadi hal yang wajib untuk dilakukan, lalu kata terima kasih yang diucapkan berikutnya jadi seperti kehilangan makna, karena kayaknya emang sudah semestinya diucapkan.
meh! kok malah panjang… wes lah, bisa jadi satu postingan sendiri ini… 😐
terima kasiiiiih 😛
Biasanya sih itu emang ada yang komandoin. Klo di komandoin, demo, ya demo. Klo ndak, diem aja 🙂
budaya terima kasih? kalo terkait demo2 itu, namanya ga tahu terima kasih, belum sampek pada tatanan mengerti budayanya 😀
namanya juga manusia. tidak tahu diuntung. dikasih hai malah minta kepala.
ada hal budaya lain yang menurut saya juga sulit diucapkan yaitu maaf. hehhehe
salam kenal
guru itu ada dimana-mana….
salut dengan pak sopir taksi itu…
Sebuah pembelajaran yang bagus….
Mungkin apa yang mas ungkapkan hampir sama dengan peribahasa berikut ” Gajah Di pelupuk Mata tak terlihat, semut di ujung sungai terlihat”. Mudah mencari kesalahan orang lain dan menghujatnya… Namun kelemahan diri sendiri yang besar tak mampu di pahami…..
yah sunggu bijak sekali pemikiran dari sopir taksinya mas epat.
Walaupun turun, nggak enak kalau tidak dibarengi dengan turunnya tarif angkutan.
yup mungkin banyak dari kita masih merasa belum bersyukur kali yah..
iya, semua orang adalah guru, semua orang adalah kyai… bagus tulisan ini
Aku ikutan speechless aja deh!
suwun bos 😀
terima kasih bang epat sudah meng-update blog-nya, update-in blog gw donk 😛
Setuju dengan pendapat Pak Sopir TAXI….
kenpa tidak ada tulisan yang mengungkapkan terima kasih kepada Bpk SBY?
padahal beliau sudah bersusah payah menurunkan BBM,
APakah Terima Kasih ito tidak perlu diucapkan?
tapi kalo kecewa kenapa harus diungkapkan?
nah, kata sopir taxi itu bener adanya, mas epat. sepertinya budaya terima kasih itu memang telah hilang di negeri ini. mungkin meruyaknya skap egois yang telah melenyapkan budaya luhur dan mulia itu.
hidup terasa lebih dengan hadirnya kata terima kasih 🙂
@aCist : lepas dr kata syukur dan teman2nya, Pak SBY tdk perlu susah payah kok buat turunin harga BBM lihat aja dinegara tetangga Malaysia dalam 2 bulan sdh menurunkan 6x dan saat yg sama waktu itu Indonesia br 1x.bukannya ini smua cuma akal2an utk mencari simpati rakyat. menghadapi pemilu nanti,harga BBM turun sdh sepantasnya khan,dilihat dr harga minyak dunia yg trus merosot.jadi…Anda bs nilai sdrilah :d
@Rni: Saya jd teringat dg almarhum Uben teman saya. Waktu itu kebetulan saya ingin menyalakan rokok, tapi pas sedang tdk membawa korek. Trus saya pinjam korek ke dia, kebetulan jg dia tdk bawa korek, tapi saat itu rokoknya masih menyala. Akhirnya dia meminjamkan rokoknya ke saya, setelah selesai menyalakan rokok, saya kembalikan rokoknya, tentunya sambil bilang thanks. Dia menjawab terima kasih juga, saya jadi bingung lha yg minjem saya kok malah dia yg bilang terima kasih ?
Ternyata dia berterima kasih karena ketika saya mengembalikan rokoknya, bagian rokok yg menyala saya hadapkan ke diri saya (bagian filter yg mengarah ke dirinya), padahal menurut saya hal itu sudah biasa (alias sudah sepantasnya seperti itu).
So, sebiasa apa pun atau sepantas apa pun tindakan yg dilakukan orang lain, kalo emang pantas diberi ucapan terima kasih, jgn ragu2 unt mengucapkannya.
@dheche: maaf mas yg saya garis bawahi dr comment aCist ‘susah payahnya’.apa tdk terlalu berlebihan?
gedubrak!!! aku ikut tersentak baca postingan anda. kemuliaan hati bisa datang dari mana saja.
di negeri ini ucapan terima kasih hanya fitur..jadi orang malah aneh kalau ucapan itu keluar dari hati tulus..
kayak itu naik ojeg, terus pas turun saya bilang, makasih ya pak..
si tukang ojeg malah bingung..lha khan situ yang bayar, masak bilang terima kasih…
Terima kasih Pe..
Dengan komen disini, saya jadi hafal hitung2an jaman saya sd dulu..
😀
suon mas…..
saya juga berterimakasih
budaya terimakasih memang dirasa kurang, bukan hanya hubungan dengan Antar makhluk ciptaan , Tuhan.
tetapi seringkali juga kita kurang rasa terimakasih kepada Pencipta kita….
saat kita ada masalah, kita memohon-mohon
dan saat kita sudah senang kita malah lupa berterimakasih.
kepanjangan ya? heheh jadi kebawa emosi nih