Demo Anarki, Pendidikan, Peradaban dan Ngeblog yuk?

Melihat kesengkarutan (meminjam istilahnya ndoro) negeri ini, hati siapa yang tidak miris? keanarkisan sudah merambah luas di strata kader intelektual bangsa dan kerepresifan pun belum luntur dari pemegang amanah keamanan rakyat. Kenaikan harga BBM menjadi pemicu meletusnya dari kesangkarutan, dan sebuah kenyataan yang ironi adalah semua pihak yang berbicara mengatas-namakan rakyat!

Pagi kemarin saya menangkap realita yang lebih ironi lagi, disaat bangsa ini masih berkutat atas kesangkarutan yang dipicu oleh BBM, ternyata bangsa lain telah sampai pada titik peradaban baru. Ya, bangsa tetangga di seberang jauh sana itu telah berhasil mengukir peradaban baru untuk manusia di bumi ini dengan mendaratkan wahana antariksanya bernama phoenix di planet mars. Sebuah perbedaan peradaban yang sangat jauh antara kedua bangsa bukan?

Apa yang salah pada bangsa ini? Ya, saya bertanya dengan awalan kata “apa” bukan “siapa”. Selisih waktu membangun peradaban? Mereka lebih dahulu merdeka? Bisa jadi itu salah satu parameternya. Tapi bila dibandingkan dengan bangsa tetangga, yang cuman dipisahkah selat malaka, kita pun sekarang sudah mulai tertinggal jauh peradabannya. Atau mungkin bangsa ini terlalu besar jumlah rakyatnya dan terlalu luas wilayahnya? Bagaimana jika dibandingkan dengan India dan China? Mereka sama-sama besar dan luas teritorialnya. Bangsa ini semakin terpuruk saja dalam tatanan global dunia.

Tapi bagaimanapun ini tetap bangsa dan negeri kita (kita..? gw kali…. 😛 ) yang tetap kita cintai. Semoga kita tidak hanya bisa gersulo dan berkeluh kesah, yang justru nanti bisa membuat kita terjebak terdominasi oleh energi-energi negatif yang mengarah ke sifat anarki.

Eh, apakah anarki itu salah? ah tidak juga menurut saya. Anarki tidak salah jika memang itu satu-satunya jalan yang harus ditempuh, dan disertai perencanaan yang matang dan diperjuangkan secara disiplin penuh dengan antisipasi solusi atas semua masalah-masalah yang ditimbulkan atas keanarkian tersebut. Bagaimana dengan keanarkian sekarang yang terjadi? Menurut saya kenarkian yang terjadi akhir-akhir ini hanyalah spontanitas terjadi atas dasar emosi kepenatan kondisi yang menghimpit aktualitas. Bagaimana tidak? asal melempar molotov dan batu, teriak-teriak menuntut penguasa lengser? tapi tanpa persiapan advokasi? dan jika penguasa berhasil diturunkan terus bagaimana? siapa yang menyelenggarakan kenegaraan republik ini? Apakah ketidaksiapan perencanaan dilapisan pelaku ini justru tidak semakin mengesahkan wacana bahwa semua ini tertunggangi oleh pihak-pihak tertentu yang berseberangan dengan penyelengara negara saat ini? Dan budaya represif pun ternyata masih diusung oleh pemegang amanah keamanan di negeri ini, klop sudah…. Kecemasan akan terulangnya kondisi chaos 10 tahun yang lalu pun merebak. Romantisme? atau keinginan para konspirator kenegaraan yang selama ini belum mendapat jatah bagian?

Ah tidak kok, saya salah dan mungkin terlalu berburuk sangka…mereka semua melakukan kesengkarutan ini atas dasar pembelaan terhadap rakyat indonesia, rakyat miskin yang selalu menderita sejak jaman penjajahan dulu. Bukan begitu?

Jadi kembali ke awal pertanyaan tadi, apa yang salah dengan peradaban bangsa Indonesia ini? Akhir tahun 2006 lalu saya pernah ke Aceh, hari pertama disana saya langsung berkomentar saat di persimpangan lampu merah, “ngene kok njaluk merdeka!, bedakno abang karo ijo ae gak iso!” ( begini kok minta merdeka, bedain merah dengan hijau saja gak bisa”) dan kejadian aneh di persimpangan lampu merah seperti itu terus sering saya alami saat 4 bulan disana.

Mungkin saya waktu itu merasa aneh karena datang dari sebuah peradaban yang lumayan lebih baik khususnya dalam hal lampu merah kekeke, jadi saya pun berkomentar terlihat dengan nada merendahkan disiplin sosial yang ada di sana. Karena aceh terlalu lama didera konflik dan di akhiri dengan sebuah bencana besar tsunami yang membawa hikmah selesainya pertikaian konflik di propinsi itu. Namun ada sebuah titik keharenan saya lagi sewaktu disana, saat saya berkunjung ke sabang saya mendapat informasi bahwa sebenarnya aceh khususnya sabang mengalami kemunduran peradaban 100 tahun lebih. Saya pun bertanya kenapa bisa seperti itu? Sabang dijaman kolonialisme lebih maju dari jaman sekarang, karena disanalah gerbang masuk ke nusantara ini. Banyak kapal-kapal dagang yang selalu singgah disana sehingga menghidupkan perekonomian dan memajukan peradaban disana. bahkan bangunan pabrik ikan sisa jaman peninggalan kolonial pun masih berdiri. Sabang saat ini? hanya sekedar daerah di ujung barat Indonesia yang dikenal dan terkenal oleh lagu “dari sabang sampai merauke”.

Konflik berkepanjangan selama ini yang membuat daerah aceh menjadi tertinggal, kaum muda mereka banyak yang terjebak harus mengusung senjata untuk mempertahankan daerahnya dari penjajahan yang dituduhkan mereka kepada kaum jawa. Pendidikan Tinggi pun hanya milik sebagian pemuda-pemuda yang mampu mengeraskan hati atas kondisi yang ada. Sehingga peradaban daerah itu jauh tertinggal dibandingkan dengan daerah lain di nusantara ini.

Ya, pendidikan yang berkualitaslah yang mampu mengangkat peradaban sebuah bangsa. Semangat kemerdekaan dan kebangkitan bangsa yang baru saja kita peringati pun merupakan hembusan dari tokoh-tokoh intelektual yang pernah dimiliki bangsa ini di jaman kolonial. Pendidikan menjadi sebuah pilar utama dalam membangun peradaban bangsa yang besar.

Diceritakan, ketika Kota Hiroshima dan Nagasaki baru saja dibom atom oleh Sekutu, Kaisar Hirohito bertanya kepada para petinggi Negeri Sakura itu. “Masih ada berapa guru yang hidup? Tolong kumpulkan mereka semua. Saya akan memberikan mandat kepada mereka untuk membangun kembali kebesaran Jepang. Di tangan para gurulah negeri ini diletakkan!” kata kaisar. Apa yang dikatakan Kaisar Hirohito benar. Para guru di Jepang dengan penuh dedikasi kemudian memberikan pelajaran berbagai ilmu yang berguna kepada generasi muda Jepang. Serius, sungguh-sungguh, tanpa kenal lelah, dan rela berkorban. Hasilnya? Dalam tempo kurang dari 15 tahun, Jepang bangkit kembali. Amerika memberi pinjaman untuk membangun kembali Jepang yang hancur dan harus lunas dalam tempo 15 tahun. Ternyata, dalam tempo 10 tahun, Jepang sudah melunasinya. Jepang bangkit kembali. Setelah itu, Jepang menjadi negara kreditor sampai sekarang. Luar biasa, bukan? Itulah buah dari kepedulian bangsa Jepang terhadap pendidikan. (sumber : tempointeraktif )

Mungkin wacana pentingnya pendidikan sudah bosan kita baca dimana-mana. LSM-LSM pendidikan pun sudah sampai di berbagai pelosok negeri ini untuk membantu menaikan harkat pendidikan manusia di negeri ini, dan pemerintah pusat saat ini pun sudah berupaya semaksimal mungkin dengan mengucurkan dana trilyunan rupiah untuk anggaran pendidikan. Bahkan jargon pendidikan gratis pun seolah menjadi kewajiban untuk tokoh-tokoh yang ingin memenangkan sebuah pilkada.

Namun bila kita melihat kenyataan, ternyata hasil pendidikan di negeri ini masih jauh dari yang di harapkan. Jargon-jargon itu pun tak lebih dari sebuah jargon, karena yang dijanjikan adalah hanya pendidikan murah tanpa pemahaman yang besar atas kualitas dan itu pun murah hanya sampai tingkat pendidikan menengah atas. Jargon pendidikan murah saja bahkan gratis apakah cukup? Tentu saja tidak, kualitas sistem, keseimbangan kurikulum dan fasilitas juga merupakan komponen utama penentu keberhasilan.

Menilik anggaran pendidikan yang digelontorkan pemerintah pun masih perlu kita kritisi, karena dari presiden ke presiden bahkan sampai pada APBN tahun ini pun anggaran pemerintah untuk pendidikan tak pernah menyentuh diangka 20 %, pada APBN 2008 hanya mentok di kisaran 12 % (bappenas). Bandingkan dengan negara tetangga malaysia yang sudah sampai pada angka 26 % (antara). Padahal pada UUD 1945 yang telah diamandemenkan, batas minimum anggaran pendidikan adalah 20 %.

Ada sebuah cerita dari seorang kakak alumni saya yang sedang menyelesaikan doktoralnya di jepang, dia mengatakan bahwa banyak para alumni master ataupun doktoral yang lebih memilih untuk menyeberang kenegeri tetangga karena mereka merasa lebih dihargai secara finansial disana. Padahal menurut dia lagi, itu merupakan strategi negeri jiran dalam rangka mengisi kekosongan karena mereka sejak beberapa tahun yang lalu banyak mengirim kaum intelektualnya belajar di luar negeri, dan disaat mereka sudah pulang ke negeri jiran kembali maka bisa dipastikan para teknokrat dari indonesia itu akan ditendang. Bahkan kasus itu sudah dimulai dan terjadi (Ngelamak!). Dari sini bisa kita lihat keseriusan negeri jiran tersebut untuk mempersiapkan pondasi bangsa yang kuat melalui pendidikan.

Hasil dari kualitas dan kuantitas pendidikan yang diselengarakan tidak dapat langsung kita rasakan, namun hasil tersebut baru akan bisa kita lihat di beberapa tahun kedepan disaat pemuda-pemuda bangsa yang terdidik dengan baik itu mulai berdiri di tengah-tengah masyarakat. Jadi apakah kesangkarutan saat ini merupakan imbas dari parahnya pendidikan yang diselengarakan pada jaman dahulu? Jawabnya menurut saya adalah IYA, dan itu tidak bisa dipungkiri.

Dan apakah saya termasuk orang yang berdosa? sekali lagi saya jawab IYA, karena saya dahulu menyia-nyiakan kesempatan saya untuk menyelesaikan pendidikan tinggi saya. Meskipun idealisme saya waktu itu lebih memilih untuk menerima dan menjalani konsekuensi atas lamanya saya beraktualisasi diri sehingga waktu untuk menyelesaikan masa pendidikan formal saya pun habis (Sebuah apologia). Bahkan setelah pergi dari tempat pendidikan formal tersebut, saya pun bertahun-tahun menikmati hingar bingarnya tatanan dunia.

Namun disaat kesengkarutan ini terpampang, ada sebuah kemirisan diri atas apa yang terjadi. Saya sepakat demonstrasi adalah sebuah pilihan dalam sebuah perjuangan. Namun adalah sebuah kemirisan saat perjuangan itu dilakukan tanpa sebuah persiapan dan perencanaan yang baik dan menjadikannya hanya sebuah perjuangan yang mudah tertunggangi, terprovokasi dan sebuah keanarkian. Saya sepuluh tahun juga pernah turun ke jalan, bahkan saya pun pernah sampai pada titik anarki. Tapi demonstrasi sepuluh tahun yang lalu adalah akumulasi dari pergerakan yang telah dirintis bertahun-tahun. Itupun hasilnya bisa dilihat, bahwa sekali lagi pergerakan mahasiswa yang telah dirintis bertahun-tahun tersebut dengan sangat mudah tertunggangi. Apalagi demonstrasi yang spontanitas tanpa persiapan ataupun bekal wacana sebuah pergerakan mahasiswa. Yang muncul adalah mensegel spbu dan fasilitas umum, lempar molotov, teriakan kata-kata sampah dll dst dsb yang jelas-jelas akan sangat mudah memancing pelegalan tindakan represif aparat keamanan.

Dijaman teknologi informasi seperti saat ini, penyampaian aspirasi melalui demonstrasi turun kejalan adalah bukan satu-satunya jalan. Kita bisa lihat, sekali lagi ini berkacamata di negeri jiran. Reformasi pun saat ini berdengung kuat dinegeri tersebut, tapi mereka memanfaatkan berbagai jalur perjuangan. Pendidikan dan pencerdasan politik pun mereka perjuangkan tanpa kenal lelah. Salah satunya adalah melalui Blog, ya blog menjadi salah satu tool perjuangan pergerakan reformasi mereka selama tahun-tahun terakhir ini. Tak heran jika politik-politik muda mereka jika ingin bergabung diwajibkan memiliki blog untuk menyampaikan pandangan politiknya ke publik. Saya pikir itu salah satu pilihan cara perjuangan yang lebih baik bukan?, terlalu sayang negeri ini untuk mengalami kehancuran lagi.

Mari kita sama-sama berjuang memperbaiki negeri ini dengan cara yang lebih baik dan cara yang lebih maju jangan kemunduran atas cara yang pernah digunakan. Mari kita menyumbangsihkan pikiran dan tenaga kita untuk sama-sama mencerdaskan dan meningkatkan pendidikan di negeri ini. Jadi, ketimbang ikutan demo anarki yang tidak jelas mengapa kita tidak ngeblog saja yuk?

20 thoughts on “Demo Anarki, Pendidikan, Peradaban dan Ngeblog yuk?”

  1. saya amat sangat miris melihat kondisi bangsa ini. setelah melihat film dokumenter di republik mimpi, semakin terbelalak saya menyaksikan betapa negeri yang katanya subur dan penuh sumber daya alam ini tergadaikan oleh para pemimpinnya. nyaris tak ada lagi warisan bumi pertiwi ini yang seharusnya bisa menghidupi anak2 bangsa, semua tergadaikan kepada asing, masyaAllah! mungkin ini awal perintis keterbelakangan kita di dunia global. kita benar telah merdeka, tapi jiwa kita masih terkurung dalam kolonialisme dan penjajahan gaya baru, penjajahan modern… sudah saatnya pendidikan membuka jalan bangsa ini untuk maju, memilah mana hal yg harus dilakukan demi kemajuan bangsa dan mana yg harus ditinggalkan. dan memupus memutus rantai keterbelakangan. kalau jepang bisa, kenapa kita tidak? ngebog. hmmm.. boleh juga. di era keterbukaan spt sekarang. media apapun bisa dipergunakan untuk menyuarakan aspirasi. yuk mari

  2. aaah… saya juga ikut demo-demo 10 tahun yang lalu itu. Tapi satu hal yang saya ingat bahwa kami tidak hanya sekedar teriak-terak mengatasnamakan rakyat, tapi juga memberikan satu tatanan solusi untuk didengar pemerintah. Sedikit anarki (kalo ngga, ya ngga mungkin didengar), tapi tetap tertib. Buktinya Jogja aman-aman aja waktu itu.. hehehehehe

    dan kuliah di UGM masih murah banget!!! :mrgreen:

    Demo yang sekarang, tidak saya lihat memberikan solusi. itu saja…

  3. Tumben postingannya sedikit berat. Oh iya, jgn terlalu berharap dg naiknya anggaran pendidikan, dunia pendidikan bisa maju pesat. salah satu masalah besar bangsa ini kan korupsi dan mental cekereme-nya.
    Tapi tetep sih, naiknya anggaran pendidikan hrs tetep diperjuangkan, tapi ya itu, jgn lupa “bersih-bersih oknum aparat” supaya anggaran tsb bisa tepat sasaran.

  4. moco tulisanmu motoku sepet. kakehan bahan tulisan,kudu-ne dipecah jadi dua tulisan. opo o kok moro-moro ngomongno negoro? pengen jadi presiden ta? kekekeke..

  5. #anang : betul, saya sepakat dengan anda. masih banyak sekali pr yang harus diselesaikan bangsa ini dan kita musti tetep keep forward, dan kita bisa turut berjuang sesuai dengan porsi kita masing-masing.

    #Chic : wah ternyata si mbak satu ini mantan demonstrawati ya? sekarang UGM masih murah gak? 😀

    #dheche : lagi pengen ngeroweng che. korupsi memang salah satu penyakit pada bangsa ini, tapi tidak berarti enggak ada obatnya kan?

    #dudi : hehehe tadinya pengen saya pecah-pecah tulisan ikie, tapi maleh dadi ruwet 😀 wes suwe gak ngeroweng dowo-dowo 😀

    #koncone miss bunciz : wes suwe gak 🙁

  6. Yang demo gaptek kali….gak ngerti ada inet. Dan pendemonya gak punya peradaban alias biadab(bi=without,bhs persia;tanpa adab).

    Hm…mudah2-an kita terlindung dari perbuatan anrkis 🙂

  7. jujur saja, kita sedih dan prihatin menyaksikan berbagai aksi kekerasan dan vandalistis yang berlangsung di negeri ini, mas. sepanjang tuntutan utk melakukan perubahan itu murni utk melakukan perubahan, saya kira kok ya wajar dan sah2 saja. yang repot kalau aksi mereka ini sdh ditunggangi oleh para petualang politik yang sengaja ingin memancing di air keruh. ini bisa menjadi prseden bagi kebebasan menyatakan pendapat. semoga ke depan negeri ini menjadi lebih baik. salam kreatif!

  8. iso ngomong bener juga masio turu ya wong iki.Btw setuju ambek om Dhece,ancen aparat-aparat dan model koruptor seng keparat kuwi kudu ndang diresiki.
    ngutip omongane bang anjar “ngresiki iku angel,tapi sekali ada kesempatan hajar g usah kasih ampun”.Selamat Hari kebangkitan nasional

  9. haiii mas epat,

    maaf baru kunjunga balik. BAru kali ini saya baca tulisan mas… Hmm, soal begini2 kalo bacanya sepuluh tahun yg lalu, saya pasti berapi2 menanggapi… tapi sekarang… haduhhh, udah males… bukan karena semangat nasionalisme saya udah menurun… tapi karena saya sudah sangat skeptik akan bangsa ini… Pemimpin2nya maksudnya…

    Yg lebih aneh buat saya adalah, sahabat2 saya yg dulu lantang dijalan (iya, saya juga dulu ikut2an demo 10 thn yg lalu, kebetulan waktu itu saya sedang semester akhir), kini malah paling lantang juga di dewan sana mengumandangkan tunjangan ini tunajngan itu mereka yang tidak/belum dipenuhi…

    Masyaolohhh… cuma bisa geleng2 kepala… Mana semangatmu boss… 🙁

  10. Belajar…Bekerja…Ngeblog…Audeiensi dengan pemerintah dan wakil rakyat…Demo yang Sopan…Bekarya nyata…membantu rakyat kecil dari himpitan ekonomi.
    Jauh jauh lebih mulia daripada Demo Anarki.

  11. hmm.. maap baru komentar.
    Menurut sayah sih, anarkis kie diperlukan sebagai sebuah “pembelajaran”. Bahwa konsekwensi logis dari sebuah tata aturan dan tata pendidikan memiliki konsekwensi tersendiri. Bahwa nilai harga yang dulunya bernilai moral sekarang termaterialisasikan merupakan sebuah “pembelajaran” juga, bahwa moral itu mahal jika dimaterialisasikan.

    Dan lagi.. cara cepat untuk berubah bukanlah dengan evolusi pendewasaan tetapi revolusi yang memang butuh pengorbanan fisik.

    Semoga Indonesia secepatnya dewasa, atau secepatnya menyelesaikan tugasnya sebagai bangsa dan negara di peta dunia.

    (menunggu indonesiet ato indo-amrik ato benar2 indonesia terjadi)

    regards.

  12. semua tertipu oleh iming2 belaka,demo yang anarkis membuat banyak kerugian dalam banyak segi,percuma demo dengan anarkis tapi tidak memajukan pendidikan dan kemakmuran rakyat,mahsiswa tertipu oleh orang2 yang punya ambisi untuk duduk di pemerintahan yang hanya mementingkan diri sendiri,semua awalnya adalah salah desain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.