Mahalnya Perguruan Tinggi (Meskipun Negeri)

Tabel diatas diambil dari sini, yang diberlakukan untuk calon mahasiswa baru disalah satu PTN angkatan 2008/2009 nanti. Saya sungguh terkejut, dibandingkan tahun 1995 dahulu saat saya memasuki perguruan tinggi tersebut yang cuman tidak lebih dari Rp 500.000,- ditambah dengan biaya IOM (Ikatan Orangtua Mahasiswa) sebesar Rp. 300.000,- yang bisa dicicil pula.

Status Perguruan Tinggi Negeri menjadi BHPMN (Badan Hukum Pendidikan Milik Negara) yang menjadi penyebab melonjaknya biaya pendidikan yang harus ditanggung, karena status tersebut menghapuskan subsidi pemerintah untuk Perguruan Tinggi Negeri. Bukankah pendidikan merupakan salah satu kunci untuk memperbaiki kondisi negeri ini? Untuk menciptakan lebih banyak generasi muda intelektual yang merata. Bagaimana menurut anda?

Update : sesuai koreksi seperti yang telah disampaikan bung dheche pada komentarnya dibawah ini, ternyata tabel tersebut diatas diberlakukan untuk salah satu jalur bagi mahasiswa baru untuk memasuki PTN tersebut. Untuk jalur regulernya masih belum ada pengumuman resmi.

17 thoughts on “Mahalnya Perguruan Tinggi (Meskipun Negeri)”

  1. haiya, kalo sekarang aja dah segitu mahal gimana ntar waktu anakku kuliah, harus nyediain uang berapa 🙁

  2. setauku, ada beberapa jalur masuk, yg di atas itu salah satu jalur yg mahal, jalur yg normal (reguler) sepertinya belum ada pengumuman resminya.

    jalur mahal, salah satunya (dulu) bernama program ekstensi.
    kalo dulu cuma ada reguler dan ekstensi, skr makin banyak aja jenisnya

  3. Au’ akhh gelaapp…. liat anggka dlm kolom diatas… capee dee…
    Persiapan pendidikan anak2 memang harus mulai sejak dini, sekarang….Anak2 juga harus pintar2, setidaknya dapat mengejar Beasiswa….

  4. #dudi: benul. motivasi ikut ekstensi adalah supaya bisa tetep ikut msk kelas dan bergaul dg yg muda-muda , tentu saja supaya awet muda… kakakakaka

  5. pantes INdonesia ra enek sing iso nggawe roket appolo adn sejenisnya, opo ae ngimpor, lha arep belajar ae larange ngono… edannnnn, rektor jaman saiki podo lesu wetenge…

  6. orang kayak saya, dari generasi lawas yang dulu spp-nya lebih murah daripada levi’s dan nike, mestinya malu kalau sampai dropout setelah mentok sebagai majasiswa abadi, padahal diongkosi oleh rakyat…

  7. #paman tyo : betul paman, saya adalah satu orangnya yang harusnya tahu malu itu. Semoga saya masih diberi kesempatan untuk memperbaikinya di hari-hari kedepan.

  8. #epat & paman tyo :
    Saya jadi inget kata seorang senior saya (yg klo ndak salah seumuran dengan om epat).
    Beliau pernah bilang bahwa :
    “pilih mana : Barang rusak dari pabrik yang bejad, atau barang terbaik keluaran dari pabrik yang sama ?”

    Hmm.. sepertinya saya bisa jadi memilih barang rusak dari pabrik-pabrik yang bejad. Soalnya siapa tahu, barang-barang itu adalah versi terbaik yang memang “tidak boleh” keluar sebagai produk dari pabrik yang rusak tadi.

    😀

    Byuh.. kok ya.. saya brani “nguyahi segoro yo?”
    maapken sayah :D. (back to coding lagi ajah ah..) hi3x.

  9. #antaub : setiap orang punya persepsi dan pilihan masing-masing. dan kita terkadang harus menerima dan mendengar persepsi dari pihak lain, karena itu akan semakin mengayakan diri kita meskipun terkadang itu bertentangan dengan prinsip dan pilihan yang kita yakini. Jadi mari kita sama-sama berfikir untuk mencari solusi saja, saya pikir itu akan lebih baik.

  10. ptn itu kan sedang menuju entrepeneur university bang…

    tapi kalo ga salah kan ada wacana kalo nantinya ada fase SPP proporsional bang, ketika mahasiswa tersebut sampai pada semester 2 atau 3 dan seterusnya, semacam subsidi silang gitu lah, tapi emang belum kelihatan juga sih implementasinya seperti apa…

    CMIIW

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.